Puisi Cinta: Kenangan yang Kutitipkan Pada Lelaki Bermata Biru

puisi cinta

Kenangan yang Kutitipkan Pada lelaki Bermata Biru

Oleh: Mai Hamdati

Saat itu tak ada senja dan bulan, bahkan kelebat cahaya saat keretaku perlahan menjauh dari stasiun, di sebelah tugu kotamu itu. Jika jalan ini menuju kenangan, kenapa aku masih saja kehilangan?

Ataukah kepergian ini adalah kehilangan yang lain, yang menghidupkan kenanganku padamu. Telah kutitipkan surat pada angin, sehingga dapat kau cumbui diriku dalam setiap tarikan udara yang kau hirup di antara bau pengap abu rokokmu dan lembaran lembaran kertas puisimu, maka kau akan tahu, betapa cemas aku, di sini, di kotaku, untuk mengambil sisa kenanganku, yang kutitipkan padamu.

Masih di masa lalu, masih belum beranjak dari lelaki bermata biru, dan rasanya masih terlalu berharga untuk dilupakan begitu saja. Jika kau bisa melihatnya sayang, betapa misterius senyummu itu, seperti matahari sesaat sebelum senja membakar dan menenggelamkan tubuhnya, maka seperti selembar bibirmu yang  tersenyum tipis saat kita sepakat untuk berpisah.

Kita pernah duduk bersama di tepi telaga. Menggambar pelangi di atas airnya.  Tak ada yang bicara di antara kita, seperti apa warna pelangi yang sesungguhnya. Membiarkan  langit berbisik di atas kepala kita tentang segala yang berbeda, tentang aku yang selalu bercermin di matamu, tentang kau yang tak bisa melihat apapun.

Malam memang gelap sayang, tapi terkadang menjadi tempat yang paling menenangkan. Mungkin kau tak pernah merasakannya, karena di matamu siang dan malam sama-sama hitam, bahkan tanah yang kau pijak hanyalah segumpal bola hitam yang terus menggulirkan tubuhmu. 

Mungkin itu yang membuatmu bisa merasakan angin lebih dari siapapun. Kau adalah satu-satunya lelaki bermata biru yang sanggup menari hanya dengan diiringi semilir angin senja. 

Sayang, Aku rasa, Jika  malaikat di surga memang ada, maka dia telah merasuk ke dalam tubuhmu. Malaikat bermata biru yang menjadikanmu laut dan sekaligus sebuah pelabuhan untukku.

Mungkin kau tak membutuhkan sebuah alasan seperti aku yang tak pernah memberimu jawaban atas kepergianku. Tapi asal kau tahu. Ternyata, sebuah laut tidak pernah membawaku ke mana-mana. Mataku yang bisa melihat, hanya bisa melihat matamu yang biru, hanya biru lautmu meski kau tak lagi bisa merasakan lembutnya tanganku dalam genggamanmu.

-2012-

Sumber Ilustrasi: https://www.pikist.com/free-photo-sswpg/id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button